Oleh: Ramdan Buhang, SP
Kelangkaan gas LPG 3 kg di Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) bukanlah hal baru, namun kali ini situasinya semakin memprihatinkan. Harga gas bersubsidi yang seharusnya menjadi penopang ekonomi masyarakat kecil, kini meroket hingga Rp 50 ribu per tabung. Di satu sisi, masyarakat terus mengeluh dan merasakan dampak langsung dari kelangkaan ini, namun di sisi lain, instansi terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) tampak seolah ‘bobo cakep’.
Jika menengok kembali aturan, subsidi LPG 3 kg ini adalah hak masyarakat kecil. Peraturan Menteri ESDM sudah jelas mengatur bahwa LPG bersubsidi diperuntukkan bagi rumah tangga miskin dan usaha mikro. Tapi apa yang terjadi? Di lapangan, pangkalan yang seharusnya menjadi ujung tombak distribusi justru diduga bermain curang. Gas dijual ke pengecer dalam jumlah besar, kemudian dilepas ke pasar dengan harga fantastis. Sementara itu, masyarakat yang datang langsung ke pangkalan hanya bisa pulang dengan tangan hampa.
Lalu, apa peran Disperindag di sini? Bukankah tugas mereka adalah memastikan distribusi LPG tepat sasaran? Sayangnya, yang terlihat hanyalah kesan lemah dalam pengawasan. Alih-alih melakukan tindakan konkret, mereka tampak seperti hanya menonton dari jauh, seolah tak peduli dengan penderitaan masyarakat. Jika begini terus, wajar jika muncul anggapan bahwa Disperindag hanya “bobo cakep”—seperti menghiasi jabatan tapi minim kontribusi.
Keluhan masyarakat bukan lagi sekadar suara di sudut-sudut pasar. Mereka sudah berteriak keras tentang kelangkaan ini. Bahkan, beberapa anggota DPRD mulai angkat bicara. Tetapi, tanpa tindakan nyata dari pihak eksekutif, masalah ini hanya akan berputar di lingkaran yang sama. Bukankah sudah saatnya Disperindag bangun dari tidur nyenyaknya?
Tidak ada alasan untuk membiarkan kondisi ini terus terjadi. Pemerintah daerah, dalam hal ini Disperindag, punya tanggung jawab besar. Mereka harus turun ke lapangan, memeriksa pangkalan-pangkalan, dan memastikan tidak ada permainan kotor. Jika ada yang terbukti curang, jangan ragu untuk mencabut izinnya. Lebih baik kehilangan satu pangkalan daripada membiarkan ribuan masyarakat kecil terus menjadi korban.
Kelangkaan LPG 3 kg ini adalah ujian nyata bagi pemerintah daerah. Apakah mereka mampu berdiri di sisi masyarakat atau hanya menjadi penonton yang menikmati alur drama tanpa kontribusi? Bolmut butuh solusi, bukan sekadar janji. Jadi, mari buktikan bahwa pemerintah daerah benar-benar peduli, bukan hanya sekadar “bobo cakep” di tengah masalah yang mendesak.*
Posting Komentar untuk "LPG 3 Kg Hingga 50 Ribu, Disperindag "BOKEP" Doang"