Ketua SBSI Bolmut, Samsudin Olii |
BINADOW.COM, BOROKO – Pemerintah resmi memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini adalah bagian dari implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang bertujuan meningkatkan penerimaan negara untuk mendukung pembangunan nasional.
Namun secara tegas, Dewan Pengurus Cabang (DPC) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) menolak kenaikan PPN 12% ini. Menurut SBSI, kebijakan ini berpotensi memperburuk kondisi ekonomi buruh yang saat ini masih bergulat dengan pendapatan di bawah standar hidup layak.
Ketua DPC SBSI Bolmut Samsudin Olii, menyoroti dampak kenaikan PPN yang diprediksi akan memicu kenaikan harga barang kebutuhan pokok.
“Pendapatan buruh saat ini masih jauh di bawah normal, sementara kenaikan PPN akan memengaruhi harga-harga di pasar. Hal ini justru memperlebar kesenjangan sosial di masyarakat,” ungkapnya, Selasa (7/1/2025).
SBSI juga memperingatkan, kebijakan kenaikan PPN dapat mendorong gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Banyak perusahaan yang berpotensi memangkas tenaga kerja akibat menurunnya daya beli masyarakat dan meningkatnya biaya operasional.
“Kami khawatir kenaikan PPN ini bukan hanya menekan buruh, tetapi juga menambah beban perusahaan, terutama di sektor kecil dan menengah. Pada akhirnya, buruh akan menjadi pihak yang paling dirugikan,” lanjutnya.
Penolakan terhadap kenaikan PPN ini tidak hanya terjadi di Bolmut. Di tingkat nasional, pengurus pusat SBSI, telah mengajukan protes serupa. Mereka mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan tersebut dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap kelompok berpenghasilan rendah.
Salah satu kebijakan alternatif yang diusulkan adalah pemberian subsidi langsung kepada masyarakat rentan dan pembatasan kenaikan harga barang pokok.
“Pemerintah harus lebih peka terhadap kondisi buruh dan rakyat kecil. Jika kenaikan PPN tetap dipaksakan, tanpa adanya jaring pengaman sosial, maka dampak ekonominya bisa sangat merugikan,” kata seorang pengamat ekonomi.
Tuntutan SBSI Bolmut
DPC SBSI Bolmut menegaskan tiga tuntutan utama:
- Pembatalan kenaikan PPN hingga ada mekanisme perlindungan bagi buruh dan masyarakat kecil.
- Penyesuaian UMP yang sesuai dengan kebutuhan hidup layak (KHL).
- Peningkatan pengawasan terhadap perusahaan untuk memastikan hak-hak buruh terpenuhi, termasuk perlindungan dari ancaman PHK.
Penolakan ini menjadi simbol keresahan kaum buruh terhadap kebijakan fiskal yang dinilai lebih menguntungkan kelompok ekonomi atas. "Di tengah tantangan ekonomi global dan pasca-pandemi, suara buruh menjadi pengingat bahwa kebijakan pemerintah harus memprioritaskan keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat bawah." tutup Ovan sapaan akrab Samsudin.
Penulis: Ramdan Buhang
Posting Komentar untuk "Serikat Buruh Bolmut Tolak Kenaikan PPN: “Beban Hidup Buruh Semakin Berat”"