BOLMUT — Insiden pengusiran sejumlah Wartawan saat meliput upacara Hari Ulang Tahun ke-79 Republik Indonesia di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) berbuntut panjang. Dua petugas protokoler, Devi Tumuhu dan Deby, yang diduga melakukan tindakan tersebut, kini menghadapi ancaman hukum. Para Wartawan yang merasa dihalangi dalam menjalankan tugasnya mempertimbangkan untuk melaporkan kedua petugas tersebut ke pihak berwajib.
Insiden ini bermula ketika para wartawan tengah mengambil gambar di area upacara untuk mendokumentasikan momen bersejarah tersebut. Namun, mereka tiba-tiba mendapat teguran keras dari Devi, yang melarang mereka mengambil gambar di lokasi tertentu. "Wartawan jangan mengambil gambar di situ, kasihan orang tua ingin menyaksikan para pengibar bendera," teriak Devi dari tribun utama dengan nada tidak bersahabat. Teguran tersebut kemudian diperkuat oleh Deby, petugas protokoler lainnya, yang juga melarang para wartawan mengambil gambar di area yang sama.
Tindakan tersebut mendapat kecaman dari berbagai pihak, terutama dari kalangan jurnalis. Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bolmut, Patris Babay, mengecam keras tindakan kedua petugas protokoler tersebut. "Tindakan ini jelas menghalangi kerja jurnalis yang bertugas untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Ini bukan hanya bentuk arogansi, tetapi juga pelanggaran terhadap kebebasan pers yang dijamin oleh undang-undang," tegas Patris.
Patris merujuk pada Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan "Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi." Tindakan menghalangi wartawan dalam menjalankan tugasnya dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak-hak tersebut, dan pelaku bisa dikenakan sanksi hukum.
Selain itu, dalam konteks hukum pidana, tindakan menghalangi kerja jurnalis juga bisa dijerat dengan Pasal 18 ayat (1) UU Pers yang menyatakan "Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)."
Menurut Patris, PWI Bolmut tidak akan tinggal diam. Pihaknya berencana untuk mengambil langkah hukum terhadap Devi dan Deby. "Kami sedang mengumpulkan bukti-bukti terkait insiden ini. Jika sudah cukup, kami akan melaporkan kedua petugas tersebut ke pihak kepolisian untuk diproses secara hukum," tambahnya.
Para jurnalis yang terlibat dalam insiden ini juga menyatakan kekecewaan mereka terhadap sikap yang ditunjukkan oleh Devi dan Deby. Mereka menilai bahwa tindakan tersebut tidak hanya melanggar kode etik profesi, tetapi juga mencerminkan ketidakpahaman akan pentingnya peran pers dalam demokrasi.
Langkah hukum yang akan diambil oleh para jurnalis ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan menjadi pelajaran bagi ASN lainnya agar lebih menghargai kebebasan pers. "Kami tidak akan membiarkan kejadian seperti ini terulang kembali. Kebebasan pers adalah salah satu pilar demokrasi, dan kami akan memperjuangkannya," pungkas Patris.
Insiden ini mengingatkan kita akan pentingnya memahami dan menghormati tugas jurnalis dalam menyampaikan informasi kepada publik. Tindakan menghalangi kerja mereka, apalagi dalam acara resmi negara, dapat berujung pada konsekuensi hukum yang serius.
Penulis: Ramdan Buhang
Posting Komentar untuk "Halangi Kerja Jurnalis, Devi dan Deby Terancam Dilaporkan ke Polisi"