Penulis : Ramdan Buhang
Bolmut kini sedang tidak baik-baik saja. Di tengah kesibukan masyarakat yang berjuang untuk bertahan hidup, sepuluh anggota DPRD kita justru memilih untuk absen dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P). Alasan mereka? “Belum ada pimpinan definitif.” Ah, sebuah alasan klasik yang terdengar seperti lelucon pahit di telinga rakyat. Apakah mereka tidak ingat bahwa regulasi jelas menyatakan, sesuai Pasal 89 ayat (1) PP Nomor 12 Tahun 2019, pembahasan APBD-P seharusnya selesai sebelum tanggal 30 September? Namun, alih-alih mematuhi aturan, mereka tampaknya lebih memilih untuk bersembunyi di balik kursi empuk mereka.
Sementara itu, di luar sana, tangis seorang mahasiswa yatim yang memilukan. Dia adalah salah satu dari sekian banyak yang terdaftar sebagai penerima Bantuan Akhir Studi Tahap 2. Dengan harapan besar, dia menanti bantuan yang seharusnya memberikan sedikit sinar di tengah gelapnya hidupnya. Namun kini, harapan itu hanya tinggal angan—khayalan yang hancur berkeping-keping karena ketidakmampuan wakil rakyatnya sendiri. Bukankah ironis, saat para wakil rakyat ini berjanji memperjuangkan nasib rakyat, mereka malah lebih memilih berdiam diri?
Bukan hanya satu, tapi sepuluh wajah yang seharusnya memperjuangkan nasib rakyat layak menjadi sorotan. Mereka yang diangkat ke posisi ini dengan penuh harapan untuk bekerja demi kepentingan rakyat, bukannya bersembunyi di balik alasan kosong yang menggelikan. Jangankan menjalani masa jabatan lima tahun, belum dua bulan pun berlalu, dan mereka sudah menunjukkan betapa rendahnya kepedulian yang mereka miliki.
Apa yang terjadi dengan para wakil rakyat ini? Apakah mereka lupa bahwa setiap langkah yang mereka ambil seharusnya mencerminkan harapan dan mimpi rakyat yang mengandalkan mereka? Sangat menyedihkan melihat harapan rakyat, yang dibangun dengan janji-janji manis, hancur begitu saja di tangan mereka. Saat infrastruktur terancam terbengkalai dan ekonomi rakyat terpuruk, ke mana perginya suara-suara lantang mereka? Tidakkah mereka merasa malu melihat masyarakat yang mereka wakili berjuang sendirian tanpa dukungan?
Keberanian mereka untuk tidak hadir dalam pembahasan APBD Perubahan jelas menunjukkan betapa mereka mengabaikan tanggung jawab yang diemban. Setiap detik keterlambatan dalam penetapan anggaran adalah waktu yang hilang bagi rakyat, yang terus menunggu harapan yang tak kunjung datang. Haruskah rakyat Bolmut terus menderita hanya karena ketidakpedulian segelintir orang yang seharusnya menjadi pelindung dan pembela mereka? Ini bukan sekadar kekecewaan; ini adalah panggilan untuk bangkit dan menuntut perubahan!
Akibat dari kegagalan pembahasan APBD-P ini bukan sekadar angka di atas kertas. Ini adalah tentang kehidupan nyata. Infrastruktur terhambat, proyek-proyek yang tertunda, dan yang paling menyedihkan—bantuan sosial yang seharusnya mengalir ke mereka yang paling membutuhkan. Mahasiswa itu, anak yatim yang seharusnya mendapatkan bantuan, kini harus menghadapi kenyataan pahit: harapan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik semakin menjauh. Apakah mereka tidak merasa malu? Atau mungkin, perasaan itu sudah lama menguap bersama janji-janji mereka?
Di balik ketidakpedulian ini, kita melihat gambaran yang lebih besar: betapa bobroknya sistem yang seharusnya melindungi dan memajukan rakyat. Pembahasan yang tidak dilaksanakan adalah pengabaian terhadap nasib masa depan anak-anak bangsa. Apa gunanya memiliki wakil rakyat yang hanya hadir saat ada acara seremonial, tetapi hilang saat rakyat membutuhkan mereka?
Ketidakpedulian yang terus menerus ini menciptakan jurang yang semakin dalam antara rakyat dan mereka yang seharusnya mewakili suara rakyat. Ironisnya, saat masyarakat berjuang untuk bertahan hidup, para wakil rakyat ini tampaknya hanya peduli dengan kenyamanan dan kepentingan pribadi mereka.
Marilah kita bertanya: Apakah kita masih ingin mempercayakan masa depan kita kepada mereka? Saat wakil rakyat memilih untuk tidak hadir, mereka tidak hanya mengabaikan kewajiban, tetapi juga menghancurkan harapan dan impian rakyat. Semoga kita semua ingat, ketika hari pemilihan tiba, untuk tidak lagi memilih yang hanya tahu berjanji, tetapi tak pernah menepati.
Bolmut sedang tidak baik-baik saja, dan yang lebih menyakitkan adalah kenyataan bahwa kita membiarkan ini terjadi. Kita harus bangkit dan berjuang demi masa depan yang lebih baik, karena jika tidak, kita akan terus terjebak dalam lingkaran kesedihan dan kekecewaan ini.
Posting Komentar untuk "Ketika Harapan Bantuan Akhir Studi Pupus Tanpa Pembahasan"