Abdul Zama Lauma, SIP dan Saiful Ambarak, S.Pd.I
BINADOW.COM, BOROKO – Belum adanya izin bongkar muat di Pelabuhan Labuan Boroko menjadi sorotan serius DPRD Bolmut. Kondisi ini tidak hanya menyulitkan nelayan setempat, tetapi juga menghilangkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) hingga ratusan juta rupiah setiap tahunnya. Untuk mengatasi masalah tersebut, DPRD Bolmut berencana melakukan konsultasi ke Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Wakil Ketua DPRD Bolmut, Saiful Ambarak, menjelaskan bahwa nelayan pemilik Soma Pajeko (kapal pukat cincin) di Bolmut terpaksa membongkar hasil tangkapan mereka di pelabuhan kabupaten tetangga, seperti di Gorontalo Utara atau Labuan Uki, Bolaang Mongondow Selatan. Hal ini terjadi karena Pelabuhan Labuan Boroko belum memiliki izin operasional untuk aktivitas bongkar muat.
“Bayangkan saja, di Bolmut ada 15 nelayan pemilik Soma Pajeko. Jika setiap nelayan membayar retribusi Rp 20 juta per tahun, totalnya mencapai Rp 300 juta. Itu potensi PAD yang hilang hanya karena pelabuhan kita belum beroperasi secara resmi,” ujar Saiful, Rabu (16/1/2025).
Saiful juga menyoroti dampak yang dirasakan oleh masyarakat lokal, seperti pedagang ikan keliling dan pasar tradisional. “Para pedagang harus ke kabupaten lain untuk mendapatkan ikan, padahal hasil tangkapan itu dari laut Bolmut. Namun, keuntungan justru dinikmati oleh daerah lain. Ini jelas merugikan kita,” tegasnya.
Senada dengan itu, Ketua Komisi III DPRD Bolmut, Abdul Zamad Lauma, turut menyoroti pentingnya percepatan pengoperasian Pelabuhan Labuan Boroko. Menurutnya, pelabuhan yang beroperasi secara resmi akan mendongkrak perekonomian lokal dan mempermudah aktivitas nelayan.
“Konsultasi ini sangat penting untuk mencari solusi langsung ke Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kami akan membawa data lengkap, seperti jumlah nelayan, potensi retribusi, dan dampak ekonomi akibat ketiadaan izin pelabuhan,” kata Zamad.
Ia juga menambahkan bahwa konsultasi tersebut akan mencakup permintaan dukungan teknis dan anggaran untuk pengembangan fasilitas pelabuhan. “Kami ingin pelabuhan ini tidak hanya memiliki izin bongkar muat, tetapi juga dilengkapi dengan fasilitas seperti tempat pelelangan ikan (TPI) dan cold storage agar lebih optimal,” tambahnya.
Nelayan dan masyarakat setempat menyambut baik rencana ini. Salah satu nelayan Boroko, mengungkapkan ketiadaan izin pelabuhan membuat biaya operasional mereka membengkak. “Kami harus ke Labuan Uki atau Gorontalo Utara. Itu menambah biaya bahan bakar dan waktu kami di laut,” keluhnya.
Mereka berharap Pelabuhan Labuan Boroko segera memiliki izin resmi agar aktivitas bongkar muat bisa dilakukan di daerah sendiri. “Kalau pelabuhan ini aktif, ekonomi masyarakat pasti lebih baik,” tambahnya.
DPRD Bolmut berkomitmen untuk memperjuangkan pengoperasian Pelabuhan Labuan Boroko sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendongkrak PAD. Dengan dukungan dari kementerian terkait, diharapkan pelabuhan ini dapat segera menjadi pusat aktivitas perikanan yang mendukung perekonomian lokal.
Penulis: Ramdan Buhang
Posting Komentar untuk "Nelayan Bolmut Kesulitan Bongkar Muat, Retribusi Rp 300 Juta Per Tahun Menguap"