Malam itu, sebuah rumah sederhana di Desa Bolangitang II, Kecamatan Bolangitang Barat, menjadi tempat berkumpul belasan aparat desa. Lampu bohlam menyala redup, kopi hitam dan kue pisang tersaji seadanya. Namun obrolan mereka bukan lagi tentang program kerja atau pembangunan jalan, melainkan gaji yang tak kunjung cair.
Sejak November hingga Desember 2022, honor aparat desa tak pernah dibayarkan. Dua bulan tanpa penghasilan membuat sebagian dari mereka terpaksa berutang di warung tetangga, sementara yang lain menjual hasil kebun hanya untuk bertahan hidup. “Kami tetap bekerja. Rapat, pelayanan administrasi, semua jalan. Tapi uang gaji tak pernah kami terima,” kata seorang aparat desa kepada media ini.
Upaya menuntut hak justru berujung pada tekanan. Beberapa aparat mengaku diancam oleh oknum pejabat Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD). Mereka dipaksa memilih: menerima gaji yang tertunda dengan syarat mundur dari jabatan, atau tetap bertahan tanpa kepastian pembayaran.
“Bukan hanya tidak dibayar, kami malah ditekan. Itu paling menyakitkan,” ujar aparat lain dengan mata berkaca-kaca.
Baca : Keluhkan Hak ke BPMD, Para Aparat Desa Ngaku Pernah diintimidasi
Kemarahan aparat desa kemudian tumpah ke ranah hukum. Medio akhir 2022, puluhan aparat Desa Bolangitang II melapor ke Polres Boltara. Mereka menuding bendahara desa menggelapkan gaji dua bulan terakhir. Bagi mereka, hilangnya gaji bukan sekadar kerugian materi, melainkan penghinaan terhadap dedikasi yang sudah mereka berikan. “Kami melapor karena sudah mentok. Tidak ada lagi jalan lain,” kata salah seorang pelapor.
Baca : Gaji Ditilap Bendahara, Puluhan Aparat Desa di Boltara Melapor Ke Polres
Aparat desa bukan satu-satunya korban. Warga miskin yang mestinya menerima Bantuan Langsung Tunai ikut terdampak karena pencairan bantuan senilai dua bulan tak pernah dilakukan. Puluhan keluarga penerima manfaat hanya bisa menunggu tanpa kepastian. “Waktu itu saya sudah menunggu untuk belanja beras. Tapi tidak pernah ada pencairan,” kata seorang ibu.
Yang lebih menyayat hati, program makanan tambahan untuk lansia dan balita juga berhenti total. Orang tua kecewa, karena bantuan gizi yang biasanya membantu kesehatan anak-anak mereka tak lagi sampai. “Balita saya dulu masih dapat bubur kacang hijau dari posyandu. Setelah akhir tahun, tidak ada lagi,” kata seorang warga.
Audit Inspektorat Membuka Tabir
Keresahan aparat dan warga menemukan jawabannya ketika Inspektorat Daerah Boltara mengumumkan hasil pemeriksaan pada Maret hingga April 2023. Audit terhadap pengelolaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun anggaran 2022 menyimpulkan ada Rp889,3 juta dana desa yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara lengkap dan sah.
Dalam laporan itu disebutkan, bendahara desa menerima transfer hingga Rp 84,2 juta dengan alasan dana pajak, tetapi yang bisa dipertanggungjawabkan hanya Rp 43,1 juta. Selisih sebesar Rp 41,07 juta tidak jelas ke mana arahnya. Pajak yang seharusnya disetor ke kas negara pun tersendat: dari kewajiban Rp 43,1 juta, yang disetor hanya Rp 24 juta, sehingga masih ada Rp 19,09 juta yang hilang.
Audit juga menemukan belanja desa senilai Rp 354,13 juta tidak dilengkapi bukti pertanggungjawaban, sementara pengeluaran lain mencapai Rp 535,02 juta dinyatakan tidak sah dan tidak sesuai aturan. Ironisnya, insentif aparat desa sendiri kurang dibayar sebesar Rp 50,86 juta, menambah daftar panjang hak-hak yang raib.
Sebagai catatan akhir, Inspektorat mendapati saldo positif di rekening desa sebesar Rp12,6 juta yang tidak pernah dijelaskan penggunaannya.
Inspektorat merekomendasikan agar Kepala Desa meningkatkan pengawasan, Sekretaris Desa serta pelaksana anggaran diberi teguran, dan bendahara diwajibkan mengembalikan dana yang ditarik tanpa dasar serta melunasi setoran pajak yang tertunda. Namun bagi aparat desa, laporan itu ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, ia membenarkan dugaan penggelapan yang sejak awal mereka suarakan. Di sisi lain, hak mereka masih belum dibayarkan. “Kalau sudah ada temuan resmi, kenapa gaji kami tetap tidak dibayar?” ujar seorang perangkat desa dengan nada getir.
Kepala Desa Bolangitang II, Desmon Pua, pernah menyebut kasus ini sudah ditangani Badan Pemeriksa Keuangan. Bendahara desa, kata dia, berjanji akan mengembalikan kerugian negara.
DPRD Serahkan Hasil Audit ke Polres
Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bolaang Mongondow Utara akhirnya ikut turun tangan. Lembaga legislatif ini secara resmi menyerahkan laporan hasil audit Desa Bolangitang II kepada Polres Boltara, menyusul dugaan kuat adanya penyelewengan dana desa tahun 2023.
Anggota DPRD Boltara, Djoni Patiro, mengaku dirinya yang mengantar langsung laporan audit Inspektorat ke kepolisian. “Laporan ini atas nama lembaga DPRD. Dugaan kerugian negara cukup jelas. Ada transaksi di rekening kaur keuangan yang tidak sesuai dengan ketentuan,” kata Patiro kepada media ini, Kamis (25/9/2025).
Menurut dia, dokumen audit juga menemukan pajak yang dipungut tetapi tidak disetor, pengeluaran belanja yang tidak lengkap, serta selisih pembayaran insentif antara realisasi anggaran dan rekening koran. “Sekretaris desa dan pelaksana kegiatan lalai menjalankan fungsi. Belanja yang belum dipertanggungjawabkan jelas bertentangan dengan asas pengelolaan keuangan desa,” tegasnya.
Patiro berharap dengan penyerahan laporan ini, Polres Boltara bisa segera menindaklanjuti dan menseriusi dugaan penyelewengan dana desa tersebut. Terpisah, Kapolres Boltara melalui Kasat Reskrim IPTU Mario Sopacoly membenarkan penerimaan laporan dari DPRD. “Laporan ini sudah resmi kami kantongi. Setelah kami terima, tentu akan ditindaklanjuti dan diseriusi,” kata Mario.
Penulis: Ramdan Buhang

Meniti karier sebagai Jurnalis sejak 2010, berkomitmen pada dunia jurnalistik. Merekam jejak, mengungkap fakta, dan menyajikan cerita dengan perspektif berbeda.
Komentar