SJL-MAP: Pemerintahan yang SIAP Dikritik dan Dibantai

Opini & Analisis190 Dilihat

Sebelum buru-buru berkomentar, mari baca tulisan ini sampai habis.

Karena bisa jadi, apa yang kita anggap sebagai pencitraan justru adalah bentuk keberanian paling nyata: membuka ruang kritik, bahkan ketika siap “dibantai” oleh warganet sendiri.

Mei selalu datang dengan suasana yang berbeda bagi masyarakat Bolaang Mongondow Utara.

Bukan hanya karena aroma musim panen yang mulai tercium, tetapi juga karena satu momen penting: Hari Ulang Tahun Kabupaten Bolmut.

Tahun ini, usia Bolmut genap 18 tahun—usia yang dalam perspektif sosiologis menandai fase kedewasaan awal.

Dan seperti manusia yang mulai beranjak dewasa, daerah ini pun sedang belajar menerima, memperbaiki, dan tumbuh dari apa yang ia dengar—termasuk kritik.

Di tengah fase ini, satu hal menarik mulai terlihat dalam pola kepemimpinan duet Sirajudin Lasena dan Mohammad Aditya Pontoh, atau yang kini akrab dikenal dengan singkatan SJLMAP.

Keduanya tampaknya menyadari bahwa membangun bukan semata soal proyek dan seremoni, tetapi juga soal mendengarkan.

Bahkan, bukan hanya mendengar, melainkan membuka ruang bagi siapa saja yang ingin bicara, mengadu, atau sekadar mengoreksi kebijakan yang tidak mereka sepakati.

Hal ini kini tidak lagi dibatasi oleh ruang formal.

Sekarang, kritik tidak perlu mengetuk pintu kantor berlapis atau menunggu undangan forum resmi.

Cukup bergabung di Grup Facebook bernama LAPOR SJL MAP, lalu sampaikan apa yang ingin disampaikan.

Bupati sendiri menjadi anggota aktif di dalamnya. Ia tidak sekadar mengizinkan orang lain bicara, tetapi turut memberi contoh bagaimana kritik itu bisa dibangun dan disalurkan.

Ini bukan sekadar retorika demokrasi digital. Ini adalah tindakan praktis yang menyentuh akar sosial masyarakat Bolmut—yang sebagian besar lebih nyaman bersuara lewat layar gawai ketimbang mimbar formal.

Baca Juga  Pemkab Bolmut Perkuat Komitmen Menuju Kabupaten Layak Anak

Sebagai orang yang pernah turun ke jalan, saya tahu betul bahwa tidak semua pemimpin nyaman dikritik.

Pada 20 November 2023, saya dan beberapa kawan berdiri di depan Kantor Bupati Bolmut, menyampaikan tuntutan—salah satunya soal beasiswa akhir studi yang saat itu hanya senilai Rp2.500.000.

Kami tidak menuntut hal yang muluk. Hanya ingin agar para mahasiswa semester akhir yang sedang berjibaku menyelesaikan skripsi memiliki sedikit nafas tambahan.

Aksi itu diterima langsung oleh Bapak Sekda. Pada akhirnya, aspirasi itu berbuah: beasiswa naik menjadi Rp5.000.000.

Bukan karena kami paling benar, tetapi karena ada yang mau mendengarkan. Dan Pj. bupati saat itu adalah Bapak Sirajudin Lasena.

Keterbukaan semacam ini mengingatkan saya pada beberapa sosok pemimpin dunia.

Nelson Mandela, misalnya, dikenal bukan hanya karena ketegasannya, tetapi juga karena keberaniannya menerima kritik dari orang-orang yang justru dulu menjadi lawannya.

Jacinda Ardern di Selandia Baru bahkan menjadikan “listening tour” sebagai cara membaca denyut rakyatnya.

Angela Merkel, selama masa kepemimpinannya di Jerman, jarang membalas kritik dengan serangan balik, melainkan dengan data, penjelasan, atau justru koreksi kebijakan. Mereka tidak membangun tembok, melainkan jendela.

Apakah SJLMAP sedang meniru mereka? Mungkin tidak secara sadar.

Namun, arah yang diambil terasa sejalan. Bahwa memimpin hari ini bukan tentang siapa yang paling berkuasa, tetapi siapa yang paling siap untuk dikritik.

Tentu, tidak semua keluhan akan langsung ditindak. Tidak semua laporan akan dijawab saat itu juga.

Namun, membuka ruang, memberi tempat, dan menanggapi tanpa alergi adalah kemajuan tersendiri dalam kultur birokrasi kita yang selama ini lebih akrab dengan defensif daripada reflektif.

Bisa jadi, ini bukan akhir dari masalah. Namun, paling tidak, ini adalah awal dari keberanian untuk menerima bahwa kritik bukan ancaman—melainkan vitamin bagi pemerintahan yang ingin terus sehat dan waras.

Baca Juga  Pemkab Bolmut Perkuat Komitmen Menuju Kabupaten Layak Anak

Dan di titik itu, SJLMAP sedang menunjukkan tanda-tandanya.

Karena pada akhirnya, pemerintah yang benar-benar kuat bukan yang dipuji tanpa cela, tetapi yang tetap tegak meski dihujani kritik, bahkan dibantai oleh opini-opini paling tajam.

Dan jika SJLMAP memilih jalan itu—maka mereka sedang berjalan ke arah yang tidak hanya benar, tapi juga berani.

Salam Hormat untuk Bapak Bupati Sirajudin Lasena dan Wakil Bupati Mohammad Aditya Pontoh

Kuala Utara, 14 Mei 2025

Tentang Penulis

Aden Mansyur, lahir di Boroko, 20 Mei 1994. Saat ini menetap di Bigo Selatan, Kaidipang, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Ia menyelesaikan pendidikan S-1 di IAIN Sultan Amai Gorontalo mengambil jurusan Hukum Tata Negara. Saat ini aktif sebagai editor di berbagai media lokal.

Komentar