Racun dalam Kemasan, Ancaman di Balik Senyum Anak-Anak

Opini & Analisis501 Dilihat

Oleh: Since Ibrahim, S.Pd (Guru SD Negeri 3 Pinogaluman)

Usia 18 tahun bagi sebuah daerah memang belum terlalu tua. Tapi seperti manusia, 18 tahun adalah masa di mana kematangan mulai terbentuk—saat keputusan hari ini menentukan arah masa depan.

Bolaang Mongondow Utara telah menginjak usia tersebut. Maka sudah seharusnya segala program pembangunan, khususnya di sektor pendidikan dan kesehatan, diarahkan untuk memperkuat fondasi generasi masa depan. Dua sektor ini adalah tulang punggung dalam mencetak sumber daya manusia yang tangguh, sehat, dan siap menghadapi tantangan zaman.

Namun, di tengah upaya tersebut, ada keresahan yang tak bisa diabaikan: maraknya konsumsi makanan dan minuman berpengawet dan berpewarna sintetis di kalangan anak-anak. Produk-produk yang mengandung zat seperti Tartrazine (E102), Sunset Yellow (E110), hingga Ponceau 4R (E124), dijual bebas dengan kemasan mencolok yang menggoda. Zat-zat ini, jika dikonsumsi terus-menerus, bisa berdampak buruk pada organ tubuh, bahkan menjadi pemicu gangguan kesehatan serius seperti gagal ginjal.

Sebagai seorang guru yang setiap hari berhadapan langsung dengan anak-anak, saya menyaksikan sendiri betapa akrabnya mereka dengan jajanan-jajanan tersebut. Sekolah bisa saja menerapkan aturan, memberi larangan, bahkan menyediakan kantin sehat. Tapi apakah itu cukup? Apakah orang tua di rumah punya kontrol yang sama? Dan yang lebih mengkhawatirkan: apakah anak-anak ini tidak akan tetap membelinya di luar jam sekolah, diam-diam, tanpa sepengetahuan siapa pun?

Belum lagi soal aspek ekonomi. Produk-produk ini dijual oleh pedagang kecil yang mengandalkannya sebagai sumber penghidupan. Di satu sisi, kita ingin melindungi anak-anak. Di sisi lain, kita tidak bisa serta-merta menyalahkan para penjual tanpa menawarkan solusi.

Saya tergerak menulis ini setelah mendengar cerita seorang ibu tentang anak sahabatnya yang meninggal dunia di usia 8 tahun karena gagal ginjal. Dokter menduga, minuman berwarna yang rutin dikonsumsinya menjadi pemicu utama. Kisah ini menyentak dan menampar kesadaran saya sebagai pendidik dan bagian dari masyarakat.

Baca Juga  Bolmut dan Luka yang Tak Kunjung Sembuh

Kita tidak bisa menunggu sampai lebih banyak korban berjatuhan. Semua pihak—sekolah, pemerintah, orang tua, bahkan pedagang—harus bergerak bersama. Edukasi, pengawasan, dan regulasi perlu diperkuat. Kita butuh tindakan nyata, bukan sekadar peringatan musiman.

Harapan saya, generasi penerus di Bolaang Mongondow Utara tumbuh sehat lahir batin, cerdas akal dan baik perangai. Mereka layak mendapatkan kesempatan hidup terbaik tanpa harus dibayangi ancaman dalam kemasan.

Dirgahayu Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Semoga Allah meridhai setiap ikhtiar memajukan daerah ini, di bawah kepemimpinan Bapak Sirajudin Lasena, SE., M.Ec.Dev dan Mohamad Aditya Pontoh, S.IP. Bolmut pasti jaya, jika kita menjaga anak-anaknya.

 

Tentang Penulis

Since Ibrahim, S.Pd., adalah seorang pendidik yang berdomisili di Desa Kotajin, Kecamatan Atinggola, Kabupaten Gorontalo. Beliau mengabdikan diri sebagai guru di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 3 Pinogaluman Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut). Dengan latar belakang pendidikan yang dimilikinya, Since Ibrahim berperan aktif dalam mendidik dan membina generasi muda di daerah tersebut, khususnya di lingkungan sekolah dasar yang menjadi tanggung jawabnya. Pengabdian beliau sebagai guru merupakan bagian penting dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, sekaligus memberikan kontribusi positif bagi pembangunan sumber daya manusia di wilayah Kabupaten Bolmut.

Komentar