Koperasi Bukan Kuburan Generasi Muda

News598 Dilihat

Oleh: Rinto Binolombangan (Pendiri Inomasa Study Club (ISC) Gorontalo)

Saya tidak sedang bicara soal teori ekonomi kerakyatan. Ini tentang mimpi yang terlalu lama ditidurkan—bahwa koperasi seharusnya bukan jadi tempat nostalgia generasi tua, melainkan ladang tumbuhnya imajinasi dan daya cipta generasi muda. Tapi nyatanya, koperasi masih dianggap kuno, lambat, dan kering peluang. Anak muda ogah melirik, apalagi terlibat.

Di desa tempat saya tumbuh, koperasi tak ubahnya meja tua penuh tumpukan berkas, dijaga beberapa orang sepuh yang saban rapat hanya mengulang cerita tahun lalu. Mereka bekerja dengan iktikad baik, tapi dunia bergerak lebih cepat dari niat baik. Dan koperasi—jika dibiarkan seperti itu—tak lebih dari museum niaga yang pelan-pelan kehilangan pengunjung.

Padahal koperasi, jika mau jujur, adalah satu-satunya lembaga ekonomi yang konsepnya paling adil sejak awal: milik bersama, dikelola bersama, hasilnya untuk semua. Tapi ia gagal tampil seksi di mata anak muda. Karena ia tak berani berubah. Karena ia tidak membuka ruang.

Koperasi Desa Merah Putih adalah percikan harapan. Tapi ia juga akan jadi percuma jika tak melibatkan anak muda sejak sekarang—bukan sekadar disuruh bantu dokumentasi rapat, atau diserahi akun media sosial, tapi benar-benar diberi ruang menggagas, mengambil keputusan, dan mengubah arah.

Saya sering membayangkan: bagaimana jika setiap desa memberi tempat bagi sepuluh pemuda untuk ikut mengelola koperasi? Di Bolmut saja, dengan 107 desa dan kelurahan, ada potensi seribu lebih anak muda yang tak sekadar bekerja, tapi memimpin. Menyusun strategi bisnis koperasi berbasis potensi lokal. Menggarap unit usaha berbasis digital. Membuka pasar daring untuk produk warga. Itu bukan mimpi. Itu pekerjaan rumah yang selama ini ditunda.

Baca Juga  Ketua Baru KopDes Dodap Mikasa Terpilih Lewat Musdesus

Tentu, ini tak bisa diserahkan semata kepada niat anak muda. Pemerintah desa, lembaga pendidikan, bahkan kampus-kampus harus turun tangan. Kita butuh pelatihan koperasi yang tidak membosankan. Magang yang bukan sekadar formalitas. Dan yang paling penting: koperasi harus berubah dari dalam. Pengurus lama mesti rela mundur selangkah, bukan untuk menyerah, tapi memberi ruang untuk maju bersama.

Kita tidak sedang kekurangan ide. Kita hanya kekurangan keberanian memberi kepercayaan kepada yang muda. Padahal, mereka ini adaptif, kreatif, dan seringkali lebih jujur dalam mengelola sesuatu yang mereka cintai.

Saya percaya, koperasi bisa jadi kendaraan masa depan. Tapi hanya jika kita berhenti menganggapnya sebagai peninggalan masa lalu. Karena kalau tidak, koperasi akan terus jadi kuburan: tempat ide-ide bagus dikubur tanpa pernah sempat tumbuh. (*)

Komentar