Petani Menanti Air di Tengah Longsor dan Birokrasi

Feature52 Dilihat

Di Desa Buko Selatan, irigasi lumpuh total. Bukan hanya aliran air yang tersumbat, tapi juga kecepatan pemerintah dalam menjawab teriakan petani.

BOROKO, BINADOW.COM – Di antara petak-petak sawah yang retak karena kering, suara cangkul mulai jarang terdengar. Para petani di Desa Buko Selatan, Kecamatan Pinogaluman, hanya mondar-mandir di pematang, menatap aliran irigasi yang tak lagi membawa air. Sejak Desember 2024, titik BB7 lumpuh total akibat longsor yang menyumbat saluran utama. Hingga kini, saluran itu belum tersentuh alat berat.

“Kami sudah biasa tanam di musim ini. Tapi sekarang, siapa yang mau tanam kalau air tidak ada?” kata seorang petani tua, matanya menatap tanah keras yang gagal dibajak.

Bagi warga, air adalah nyawa. Bukan hanya bagi tanaman, tapi juga bagi kehidupan di desa yang sebagian besar bergantung pada hasil panen. Ketika saluran BB7 tersumbat, bukan hanya padi yang berhenti tumbuh—penghasilan, biaya sekolah anak, bahkan rencana-rencana sederhana warga ikut macet.

Masalah ini bukan tanpa suara. Abdul Zamad Lauma, legislator PDI Perjuangan di DPRD Bolmut, turun langsung ke lapangan. Di lokasi irigasi yang terhalang longsor, ia mendengar sendiri keluhan petani.

“Saya pastikan akan dibahas di DPRD. Ini bukan soal kecil. Jangan karena desa ini jauh dari pusat, lalu dianggap sepele,” ujar Zamad, Sabtu, (3/5/2025), kepada media ini.

Sebagai Ketua Komisi III yang membidangi infrastruktur, Zamad menilai irigasi tak bisa dilihat semata sebagai proyek fisik. Ia menyebutnya sebagai urat nadi pertanian. “Kalau air mati, petani mati. Panen gagal, ekonomi desa ikut lumpuh,” tegasnya.

Namun suara legislatif belum cukup. Di balik persoalan ini terselip potret klasik birokrasi: laporan yang tak kunjung ditindak. Risno Blongkod, juru pengairan dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulut, mengaku sudah melaporkan kondisi tersebut sejak lima bulan lalu. Respons baru muncul “kemarin”, tanpa kejelasan kapan alat berat akan diturunkan.

Baca Juga  Pemkab Bolmut Serahkan Rumah Layak Huni, Zamad Lauma: Ini Bukti Kepedulian Nyata

“Sudah saya lapor sejak Desember. Mereka baru turun lihat kemarin. Sekarang tinggal tunggu tindak lanjut,” kata Risno.

Tunggu. Itu kata yang terlalu sering didengar petani. Sementara musim tanam tak menunggu siapa pun.

Situasi ini kembali menyoroti jarak antara desa dan pusat kekuasaan. Ketika masalah terjadi di desa yang jauh dari pusat pemerintahan, reaksi kerap datang lebih lambat. Seolah kecepatan tanggap ditentukan oleh peta kedekatan, bukan oleh kebutuhan nyata warga.

Di Desa Buko Selatan, aliran air masih mati. Tapi di DPRD dan dinas terkait, rapat akan digelar. Harapan petani kini ditambatkan pada rekomendasi resmi, dan semoga tidak tenggelam dalam tumpukan notulen.

Penulis: Ramdan Buhang

Komentar