Prabowo dan Angka-Angka Baru Ekonomi

Bagi Presiden Prabowo Subianto, tahun pertamanya di Istana menjadi ujian kepercayaan pasar. Tiga bulan setelah resmi menjabat, ia langsung merevisi Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 melalui Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2025. Perubahan itu menyentuh jantung ekonomi: target pertumbuhan, nilai tukar, hingga defisit anggaran.

Dalam RKP 2025 sebelumnya, warisan pemerintahan terdahulu lewat Perpres 109 Tahun 2024, target pertumbuhan ekonomi dipatok di kisaran 5,3–5,5 persen. Angka optimistis itu kini dipangkas. Prabowo memilih realistis: 5,3 persen. “Pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi tahun 2025 sebesar 5,3 persen didukung oleh stabilitas ekonomi makro yang diupayakan terus menguat,” tertulis dalam lampiran Perpres terbaru yang dikutip media ini, Selasa (16/9/2025).

Lebih mencolok lagi revisi pada nilai tukar rupiah. Jika sebelumnya dipatok Rp 15.300–15.900 per dollar AS, kini dilebarkan menjadi Rp 16.000–16.900. Langkah ini dianggap sebagai cermin tekanan global yang sulit dibendung, dari ketidakpastian suku bunga Amerika Serikat hingga gejolak geopolitik di Asia Timur. Pemerintah tampak memberi ruang lebih luas agar asumsi ekonomi tidak jomplang dengan kenyataan.

Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga ikut dipoles. Dari proyeksi awal 2,29–2,82 persen, kini dipatok pas di angka 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto. Dalam dokumen resmi disebutkan, defisit tersebut akan dikelola dengan “inovasi pembiayaan utang dan non-utang yang prudent dan kredibel”. Bahasa teknokratis yang bagi sebagian ekonom berarti: utang masih akan bertambah, tapi dijaga agar tetap di bawah ambang bahaya.

Sejumlah indikator lain juga diatur ulang. Inflasi ditahan di kisaran 2,5 persen plus minus 1 persen. Cadangan devisa dipatok 162,40 miliar dollar AS, setara 6,4 bulan impor. Kontribusi industri pengolahan ditargetkan 20,8 persen terhadap PDB, sementara pariwisata dipatok menyumbang hingga 4,3 persen. Investasi pun menjadi tumpuan, dengan target realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp 1.905,60 triliun.

Baca Juga  Jokowi Singgung ‘Orang Besar’ di Balik Gugatan Rp125 Triliun Ijazah Gibran

Revisi ini menandai langkah awal Prabowo menyesuaikan janji politik dengan kenyataan ekonomi. Target pertumbuhan 5,3 persen bukan sekadar angka, melainkan sinyal bahwa pemerintah berupaya menyeimbangkan optimisme dan kehati-hatian. Di satu sisi, angka itu tetap cukup tinggi di tengah perlambatan global. Namun di sisi lain, pelebaran asumsi rupiah hingga mendekati Rp 17.000 per dollar AS menunjukkan pemerintah bersiap menghadapi guncangan.

Ekonom menilai langkah ini sebagai “penyesuaian realistis.” Dengan ruang fiskal yang terbatas, pilihan Prabowo adalah menjaga kredibilitas anggaran sambil membuka ruang manuver politik. RKP revisi ini, pada akhirnya, menjadi peta jalan awal pemerintahannya: lebih hati-hati, tapi mencoba tetap percaya diri.

Penulis: Ramdan Buhang

Komentar